JAKARTA (Suara Karya): DirekturEksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan,Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja juga mengancam peran Pertamina dalampengelolaan dan pengadaan minyak dan gas (migas) nasional. Jika nantinya RUUtersebut disahkan dan kemudian pemerintah membentuk BUMN Khusus, maka itupertanda bentuk inkonsistensi pemerintah dalam mendukung peran BUMN migaseksisting yaitu PT Pertamina (Persero).
“Pemerintah akan semakin ugal-ugalandalam pengelolaan migas nasional jika RUU Cipta Kerja ini diberlakukan. Sebabada peluang bagi pemerintah untuk meniadakan peran Pertamina guna lebih jauhmengelola sumber daya alam, khususnya sektor energi. Padahal Pertamina sudahsangat terbukti mampu mengelola migas dari hulu hingga hilir,” kata Marwanvideo coference, Jumat (15/5/2020)..
Ditekankan olehnya, sesuai Pasal 33UUD 1945 negara harus berdaulat atas SDA migas. “Mengingat pentingnya aspekpengelolaan eksploitasi SDA migas nasional, maka badan usaha yang berperanmelakukannya sangat penting diatur secara tegas dan terukur dalam RUU CiptaKerja dan RUU Migas baru. Skema pengelolaan melalui BHMN dalam UU No.22/2001harus diakhiri. Tidak ada alternatif lain, seperti telah diatur dalam UUNo.8/1971, lembaga pengeloala tersebut harus ditetapkan sesuai konstitusi,yaitu berbentuk BUMN,” paparnya.
Sementara itu Ketua Pusat StudiHukum Ekonomi dan Pembangunan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin MakassarProf. Juajir Sumardi mengungkapkan, RUU Cipta Kerja dinilai berpotensi geruseksistensi kedaulatan negara, khususnya terhadap pengelolaan sumber daya minyakdan gas (migas) nasional, serta berpeluang mempertahankan status quopengusahaan migas oleh Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Dijelaskan Juajir, norma yangterdapat pada Pasal 41A Ayat (2) RUU Cipta Kerja mengatur: “pemerintah pusatsebagai pemegang kuasa pertambangan dapat membentuk atau menugaskan Badan UsahaMilik Negara (BUMN) khusus sebagai pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gasbumi”.
“Jika substansi pasal tersebutdikaji, maka tidak ada kewajiban bagi pemerintah pusat untuk membentuk BUMNkhusus yang akan melaksanakan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi,” kataJuajir.
Dengan demikian lanjut dia, jikapemerintah nantinya menunda pembentukan BUMN khusus yang melaksanakan kegiatanusaha hulu minyak dan gas bumi dengan berbagai alasan dan kepentingan politik,maka berdasarkan Pasal 41A Ayat (2) pemerintah pusat tidak dapat dipersalahkan.
Juajir menjelaskan, jika pemerintahpusat ternyata melakukan penundaan atas pembentukan BUMN khusus yang ditugasiuntuk melaksanakan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, berdasarkan Pasal64A Ayat (1) maka kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi tetap dilaksanakanoleh SKK Migas.
Diketahui, adapun substansi dariPasal 64A Ayat (1) di dalam RUU Cipta Kerja untk klaster energy migas adalahsebagai berikut: “Sebelum terbentuknya Badan Usaha Milik Negara Khusus: (a)kegiatan usaha hulu migas tetap dilaksanakan berdasarkan kontrak kerja samaantara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumidengan Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap; (b) kegiatan usaha hulu migasberdasarkan kontrak kerja sama antara Satuan Kerja Khusus Pelaksana KegiatanUsaha Hulu Minyak danGasBumi dengan Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap tetap berlaku; dan (c) SatuanKerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi tetapmelaksanakan tugas dan fungsi penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha huluMinyak dan Gas Bumi.
“Perlu dipahami bahwa Legal Standingdari SKK Migas bukanlah badan hukum yang berstatus sebagai BUMN. Status hukumSKK Migas sebenarnya adalah pemerintah itu sendiri sebagaimana pembentukan SKKMigas berdasarkan Peraturan Presiden Nomor: 9 Tahun 2013 TentangPenyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi,” katanya.
Menanggapi RUU tersebut, PresidenFederasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Arie Gumilar, menegaskanbahwa demi kepentingan nasional maka harus ada keberpihakan kepada BUMN Migasdalam hal ini Pertamina yang harus diberdayakan dan dibesarkan.
“Karena itu negara harusnya memberihak kuasa pertambangan dan hak penguasaan kepada Pertamina melalui KementerianESDM untuk mengendalikan dan mengelola usaha hulu migas,” ucap Arie. (IndaraDH)
Sumber :https://suarakarya.co.id/iress-ruu-cipta-kerja-bentuk-inkonsistensi-pemerintah/21957/