Palembang, KoranSN
Pada saat masa bakti DPR periode 2014 -2019, sebenarnya UU Migas sudah menjadi prolegnas. Tapi sampai akhir masa baktinya, RUU Migas belum juga di sahkan menjadi UU. Bahkan di periode yang baru ini yaitu tahun 2019 – 2024, RUU Migas yang merupakan amanah dari Ketetapan Keputusan MK dalam sidang Judicial Review tahun 2012, hilang dari RUU Prolegnas. Hal tersebut dijelaskan Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumilar,kemarin.
†Kami perhatikan tiba-tiba, RUU Migas ini masuk kedalam 11 cluster dalam OmniBus Law,â€jelasnya.
Dikatakannya, UU Migas No 22 tahun 2021, sudah banyak mengalami Judicial Review (JR) dan sudah banyak juga pasal2nya yang dibatalkan oleh MK dalam keputusannya No. 36 pada tanggal 13 Nov 2012, karena tidakbmemiliki kekuatan hukum tetap dan/atau bertentangan dengan semangat amanah UUD 1945 terutama pasal 33. Termasuk didalamnya adalah pembubaran BP Migas. Dampak BP Migas dibubarkan adalah dibentuklah satuan kerja khusus yang sifatnya sementara sampai dengan UU Migas yang baru diundangkan. Keberadaan SKK Migas tidak ada yang berbeda dengan BP Migas, hanya namanya saja yang berubah (bila diistilahkan, hanya ganti baju dari BP Migas menjadi SKK Migas).
“Kita harus memikirkan bagaimana pengelolaan Migas di Indonesia ke depannya yang mana menurut FSPPB bersama-sama dengan banyak pihak sudah melakukan dan membuat kajian terkait RUU Migas, dimana didalamnya tujuannya adalah untuk mengembalikan kemandirian pengolaan migas Nasional untuk kesejahteraan rakyat yang sesuai dengan amanah UUD 1945 pasal 33. Kajian ini kami lakukan selama periode 2014 sd 2017,â€ujarnya
Dirincikannya, ada lima point pokok pikiran FSPPB dalam kajian yang dilakukan yaitu Terkait Omnibus Lawa, FSPPB melihat adanya inkonsistensi, bahkan cenderung ingin mempertahankan status quo, karena terdapat salah satu pasalnya ( yaitu pasal 41 ayat 4A ), dimana dikatakan pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan dapat membentuk atau menugaskan Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagai pelaksana kegiatan usaha hulu migas.
“Menurut kami kata dapat ini bisa saja pemerintah tidak membentuk, kalau tidak membentuk berarti mempertahankan status quo. Tapi, jikalau pemerintah memutuskan membentuk BUMNK yang baru, maka akan terdapat inefisiensi yang perlu dilihat. Ketika membentuk BUMNK akan menimbulkan biaya2 yang ditimbulkan. Konsep dan semangat yang dijalankan BUMN saat ini adalah holdingisasi, contoh holding migas pada tahun 2016 antara PGN dan Pertagas. Kalau nanti diciptakan BUMNK yang baru yang bergerak di bidang migas, pada akhirnya akan di holding lagi, ini menjadi inefisiensi. Kami memberikan saran, alangkah baiknya, jika pemerintah mau menjalankan sesuai Omnibus Law, maka SKK Migas langsung saja di gabungkan dengan Pertamina, sehingga dia mendapat tugas khusus tapi masih didalam Pertamina,â€tegasnya.
Best practice di dunia Migas di Luar dikatakannya, adalah memang integrasi dari hulu sd hilir. Contoh Exon dengan Mobile, BP dengan Amoco lalu Total dengan FinaElf. Yang terjadi di Pertamina malah sebaliknya. Pertamina yang sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir, dengan adanya UU Migas ini malah dipecah-pecah.
Dengan bergabungnya SKK Migas kedalam pertamina diharapkannya, aset-aset cadangan terbukti migas yang ada di perut bumi Indonesias bisa di monetisasi. Dengan begitu kemampuan modal pertamina akan meningkat. (ima)
Sumber : http://koransn.com/ruu-migas-kembalikan-kemandirian-pengolaan-migas-nasional/