KBRN, Cilacap : Pekerja Pertamina RU IV yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pertamina Patra Wijayakusuma (SPP PWK) Cilacap secara tegas menolak mekanisme Joint Venture (JV) dengan Saudi Aramco dalam proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Cilacap.
Hal ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip-prinsip nasionalisme yang bertujuan memperkuat kedaulatan energi nasioonal melalui Pertamina sebagai satu-satunya perusahaan Migas Nasional.
“Kami nyatakan secara tegas mendukung dan menginginkan proyek RDMP dikelola 100 persen oleh Pertamina dan menolak mekanisme Joint Venture dengan Saudi Aramco,” tegas Ketua SPP PWK Pertamina RU IV Cilacap, Eko Sunaro, di komplek Patra Graha Cilacap, Rabu (14/12/2016) petang.
Dijelaskan Eko, proyek pengembangan kilang di RU IV melalui RDMP penting dilakukan agar Pertamina mampu mempertahankan maksimum share pasar BBM Nasional, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.
Namun dalam perkembangannya, lanjut Eko, proyek RDMP cukup mengkhawatirkan karena menggunakan mekanisme JV dengan perusahaan asing, Saudi Aramco dengan prosentase pembiayaan proyek 55% Pertamina, dan 45% Aramco.
“Dengan kondisi ini kami khawatir aset kilang RU IV akan terlikuidasi dan tergadaikan. Bukan lagi menjadi aset Pertamina namun menjadi milik JV selama umur kilang,” tegasnya.
Dikatakan, dengan terbentuknya JV maka seluruh aset Pertamina akan dijual kepada kreditur untuk mendapatkan modal, dalam hal ini hutang sebesar 70% dari Capex.
“Selain itu, situasi ini membuat hilangnya entitas Pertamina sebagai kilang milik negara berganti menjadi Pertamina–Aramco,” ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, potensi penurunan margin Pertamina yang seharunya dapat diperoleh dari RDMP akibat sharing dengan Aramco sehingga berdampak berkurangnya deviden yang diterima Negara.
“Kami juga khawatirkan pengerdilan Pertamina sebagai BUMN terkait pengelolaan ketersediaan BBM untuk masyarakat, adanya campur tangan perusahaan asing yang merepresentasikan kepentingan asing, dan potensi pengurangan pekerja antara 30–50 persen akibat JV,” terangnya.
Padahal, jelas Eko pengembangan kilang RU IV sampai saat ini telah memperlihatkan hasil yang positif.
“Pasca beroperasinya RFCC akhir 2015 lalu, kilang RU IV berhasil meningkatkan kompleksitas dari 3,9 menjadi 6,3 dan mencatat peningkatan margin yang signifikan. Dan saat ini berlangsung PLBC (Proyek Langit Biru Cilacap) yang akan beroperasi pada akhir 2018 sehingga kompleksitas Pertamina menjadi 7,4,” jelasnya.
Dengan kemampuan pengembangan dua kilang tersebut, lanjut dia kemampuan kilang RU IV dalam suplai BBM meningkat sangat signifikan dan mampu memenuhi kebutuhan BBM di pulau Jawa sebesar 60% dengan support fasilitas distribusi yang terintegrasi.
Sekjen SPP PWK Cilacap, Titok Dalimunthe menambahkan JV menjadi program privatisasi aset-aset negara.
“Dengan program JV ini, hampir 50 persen aset Negara diambil oleh asing. Dampak negatifnya tentu aset-aset negara di bawah kepentingan asing. Ini yang tidak kami inginkan,” ujarnya.
Ditambahkan Eko, keputusan akhir rencana JV RDMP akan dilakukan pada 26 Desember 2016 dari rencana sebelumnya 26 November 2016.
“Ini sudah seperti injury time bagi kami. Maka SPPPWK berencana melakukan dialog dengan Direktur Pengolahan pada 22 Desember mendatang, di saat yang sama berjalannya negosiasi JV sebelum diputuskan 26 Desember 2016, sambil tetap berkoodinasi dengan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB),” pungkas Eko. (SW/WDA).
Sumber : http://rri.co.id/