Federasi Serikat Pekerja PT Pertamina Bersatu (FSPPB) menolak langkah jajaran direksi Pertamina yang diduga sedang berupaya melakukan pengerdilan dan pelepasan aset negara melalui kegiatan Joint Venture (JV) dalam implementasi program RDMP (Refinary Development Master Program).
“Kami memandang hanya akan merugikan negara melalui BUMN-nya PT Pertamina. Padahal PT Pertamina telah terbukti memiliki kemampuan untuk melakukan RDMP sendiri. Hal itu terbukti ketika Pertamina melakukan RDMP pada kilang di Balikpapan yang jauh lebih besar dibandingkan di Cilacap. Untuk RDMP kilang Cilacap sendiri dibutuhkan dana investasi sebesar US$5 miliar,” ujar Presiden FSPPB Noviandri kepada wartawan di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Selasa (27/12/2016).
Diakui, untuk melakukan RDMP dengan total anggaran yang begitu besar, tidak bisa dilakukan Pertamina dalam waktu dekat, namun hal itu bukan menjadi alasan bagi direksi melakukan JV dengan Saudi Aramco.
Seharusnya, sambung dia, langkah RDMP bisa ditangguhkan sementara waktu, sampai Pertamina benar-benar siap secara manajemen dan finansial.
“Kerugian lain adalah hasil kilang yang di JV kan tersebut pada akhirnya harus berbagi dengan asing. Selama JV berlangsung ,maka Pertamina harus membagi hasil eksplorasi dan pengembangan produk minyak dan gas dengan Aramco. Akibatnya, sulit bagi Pertamina untuk bisa mengumpulkan modal untuk pengembangan kilang di berbagai wilayah di Indonesia,” terangnya.
Lebih lanjut Noviandri mengatakan, secara bertahap dimungkinkan kilang Cilacap akan mudah dikuasai asing. JV tersebut juga hanya akan melemahkan Pertamina yang pada akhirnya stabilitas BUMN ini akan terganggu.
Oleh sebab itu, FSPBB menolak keras dan meminta JV tersebut dibatalkan. Dia berharap direksi dan Kementerian BUMN dapat membuka mata atas fakta yang akan terjadi di kemudian hari.
“Kita harap pada BUMN agar JV ini tidak diteruskan atau dibatalkan. Kilang Eksisting jangan di JV-kan, tapi silakan yang di-grassroot saja. Selama proses pengembangan unit atau produksi, maka JV itu tetep ada. Kenapa RDMP itu tidak biayai sendiri, kalau memang tidak mampu biayai kenapa tidak terbitkan bound atau utang ke bank saja,” imbuhnya.
Kendati demikian, Noviandri menyatakan pihaknya akan terus melakukan upaya dialog dengan jajaran direksi agar tuntutan mereka dapat dipenuhi, namun jika nantinya JV kilang Cilacap tersebut masih terus dilakukan oleh pemerintah, pihaknya akan melakukan aksi lebih besar lagi untuk menolak skema RDMP itu.
Bahkan pihaknya akan menyurati Saudi Aramco bahwa JV tersebut sama sekali tidak memberikan manfaat bagi negara, dan seluruh serikat pekerja menolaknya.
“Kita juga akan bikin surat ke Aramco bahwa JV ini tidak didukung oleh serikat pekerja, mereka tidak terbiasa kerja dengan ada gangguan. sebelum itu dilaksanakan, kita lakukan pembicaraan lebih panjang dan berkirim surat ke stakeholder,” pungkasnya.
Sebelumnya, pada 22 Desember 2016 lalu PT Pertamina (Persero) melakukan kesepakatan untuk melakukan upaya pengembangan kilang minyak (Refinery Development Master Plan/RDMP) di Kilang Cilacap bersama Saudi Aramco dengan skema joint venture (JV).
Kerjasama ini diklaim untuk dapat mendorong Kilang Cilacap dapat meningkatkan produksinya. Selain itu dinyatakan jika JV tersebut untuk membagi resiko antara PT Pertamina dengan Saudi Aramco saat melakukan pengembangan. Bahkan Pertamina bakal mendapat kepastian bahan baku minyak dari Aramco jika JV tetap dilaksanakan. (fahd).
Sumber : http://citraindonesia.com/fsppb-tolak-joint-venture-kilang-minyak-cilacap/